Tag Archives: contemplation

Jangan Khawatir

8 Jun

Belakangan ini, melalui healing journey transformation, saya belajar banyak hal. Pagi ini, ketika pikiran saya sedang ke mana-mana, saya napak tilas ke jalan-jalan dan gang-gang kehidupan yang saya lewati sebelumnya, hingga bagaimana saya bisa sampai ke sini: saat ini dan di sini.

Ada begitu banyak hal dalam hidup yang sebenarnya terjadi secara begitu alamiah. Saat kita mau mendengarkan kata hati kita dengan tuntunan-Nya, rasanya hidup kita akan selalu bahagia dengan sendirinya, tanpa terlalu bersusah payah.

Contohnya saja, secara logika, bagaimana bisa saya bekerja sebagai penulis seperti sekarang, sedangkan saat SMA saya kuat di bidang matematika dan science, lalu memutuskan kuliah di akuntansi, selagi hobi traveling. Tapi bila melihat apa yang saya kerjakan sekarang, yaitu menjadi penulis lepas, travel blogger, dan mengelola (finance) perusahaan kongsian dengan teman, rasanya semua itu menjadi masuk akal. Semua yang saya lakukan itu memang adalah yang saya pilih, yang saya suka, yang saya bisa.

Saat memasukkan anak saya ke sekolah, saya berharap sekolah dan kami bisa sama-sama membimbing anak saya untuk menemukan apa yang mereka sukai, menekuninya, hingga akhirnya dapat memberikan mereka kehidupan yang mereka cintai untuk dijalankan.

Tapi rasanya saya mengkhawatirkan hal yang berlebihan. Saya yakin, sejauh mereka selalu dekat dengan Tuhan dan mendengarkan kata hati mereka sendiri (inner self), mereka dapat menemukan hidup yang bahagia dengan sendirinya — tanpa perlu dibimbing siapapun, karena sebenarnya, siapapun dapat datang dan pergi dalam hidup kita, kecuali Tuhan dan diri di dalam kita sendiri.

Terima kasih untuk pelajaran hari ini, Semesta. 🙂

Step by Step

19 Jul

“Step by Step, uh babee..” Bukan, bukan.. Kita bukan lagi ngomongin N’Sync 🙂 Cuma ingin sedikit bercerita dengan prosa..

***

Semua dimulai sejak hampir 3 tahun yang lalu. Kami seakan menghentikan waktu sejenak, dan kembali menggali diri kami dalam-dalam. Ketika waktu sudah kembali bergerak, yang kami tau, kami sudah di sebuah pulau yang indah.., tempat kami jatuh cinta untuk kedua kalinya..

Tidak terbayangkan sebelumnya kalo kami akan memutuskan untuk menetap di sini. Aku pribadi, sebelumnya hanya ke sini untuk liburan dan tidak meninggalkan jejak tertentu dalam hatiku. Tapi ternyata Tuhan berkehendak lain. Di sinilah tempat yang tepat untuk mulai membangun semua mimpi kami. Mimpi untuk membangun sebuah bangunan yang bernama ‘kehidupan’..

Sedikit demi sedikit kami jalani. Ibarat fase hidup manusia, kami pun memulai dari fase awal, fase kelahiran: belajar merangkak, terjatuh, menangis, belajar bicara, hingga menjadi balita. Balita pun tidak lantas langsung mandiri. Hingga sekarang kami masih terus belajar.. Belajar banyak hal.., tentang ‘kehidupan’..

Dulu aku sering melihat orang yang sudah bisa ‘berlari’ dan berpikir pendek bahwa alangkah baiknya nasib dan anugrah Tuhan untuknya. Tapi tidak.. Tidak sedikit orang yang memang ‘berlari’ dari ‘merangkak’.. Aku yakin, selangkah demi selangkah yang dilewati ini, memang harus kami lalui. Ibarat tangga, untuk mencapai tingkat atas, kita semua harus memulai langkah dari tingkat terbawah. Perlahan namun pasti, selangkah demi selangkah, berjalan bersama dengan rasa syukur dan harapan, akan menuju ke tempatNya yg tepat, pada waktuNya yg tepat..

Amin, saudara2? Amin!

Sekian dan terima kasih.

One Story in the Friday Afternoon

8 Jun

I am in Bandung, spending a couple of days with family, with my brother and sister and their family — of course, including my nieces —

Once Friday afternoon, I was chatting with my 5-year-old niece, Chloe. I asked her, “Are you going to school tomorrow, on Saturday?”

“Err, I don’t know. Ask Mba Mar.. “ In fact, Mba Mar is her baby sitter.

“Why don’t you know? I mean, do you go to school usually, on Saturday?”

” I don’t know. Mba Mar knows..”

Suddenly I just realize that I am talking to 5-year-old girl. So I decided to ask a more simple question.

“So, do you know what today is?”

She shoke her head.

“Ah, I see..”

I mean my last sentence. Ah, I see..
Their life is not that simple. Our life is not simple either. But they think simple, while we don’t.

The children and we have the same pattern of life. We both live the routine, just do what our schedule tell us to. We wake up, we take a bath, we go to work (while my niece go to school). We do that because the weekdays tell us to, they do that because their teacher tells them to. No difference, right?

They might experience the same activity with us. Going to school which they don’t like to do. We go to the office which we dont look forward to. But actually, the big difference exist.

They simply just do it, without being grumpy, pass day by day without complaining. (At least, their parents will tell them why they need to do it: for their own sake). So they just enjoy it and be thankful for what it comes.

So, there is no reason for being not happy. If we are not gonna change the way we live, we just simply have to stick with it. No complain, be happy, see how the children do it. 🙂